Retardasi mental
Pernah dengar?
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.1
Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif.2 Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. 3
Epidemiologi
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.2
Etiologi.
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.4
Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu : 1,6
- Akibat infeksi dan/atau intoksikasi.
Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
- Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
- Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel optak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
- Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
- Akibat kelainan kromosom.
Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.
- Akibat prematuritas.
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
- Akibat gangguan jiwa yang berat.
Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
- Akibat deprivasi psikososial.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.
Diagnosis
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik disamping retardasi mental.1
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul.
Kriteria diagnostik retardasi mental menurut
1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun
Ciri-ciri Perkembangan penderita retardasi mental (Tabel 1)
Diagnosis Banding
Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan “cerebral palsy” membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. “early infantile” dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.1
Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).1
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).1
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.1
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak. 1
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.
3% dari jumlah penduduk mengalami keterbelakangan mental.
PENYEBAB
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan.
Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang memiliki penyebab yang spesifik.
Anak dengan MR ringan (IQ 52-68) bisa mencapai kemampuan membaca sampai kelas 4-6. Meskipun memiliki kesulitan membaca, tetapi mereka dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan serta pendidikan dan pelatihan khusus.
Biasanya tidak ditemukan kelainan fisik, tetapi mereka bisa menderita epilepsi.
Mereka seringkali tidak dewasa dan kapasitas perkembangan interaksi sosialnya kurang.
Mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru dan mungkin memiliki penilaian yang buruk.
Mereka jarang melakukan penyerangan yang serius, tetapi bisa melakukan kejahatan impulsif.
Anak-anak dengan RM moderat (IQ 36-51) jelas mengalami kelambatan dalam belajar berbicara dan keterlambatan dalam mencapai tingkat perkembangan lainnya (misalnya duduk dan berbicara). Dengan latihan dan dukungan dari lingkungannya, mereka dapat hidup dengan tingkat kemandirian tertentu.
Anak-anak dengan RM berat (IQ 20-35) dapat dilatih meskipun agak lebih susah dibandingkan dengan RM moderat.
Anak-anak dengan RM sangat berat (IQ 19 atau kurang) biasanya tidak dapat belajar berjalan, berbicara atau memahami.
Angka harapan hidup untuk anak-anak dengan RM mungkin lebih pendek, tergantung kepada penyebab dan beratnya RM. Biasanya, semakin berat RMnya maka semakin kecil angka harapan hidupnya.
DIAGNOSA
Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat dibandingkan dengan anak lain yang sebaya.
Tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ), yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin.
Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Pendekatan perilaku sangat penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM.
PENCEGAHAN
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM.
Autisme
Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Penyebab Autisme
Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella )bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.
Tanda - tanda Autisme
• Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari,
Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata,
Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar,
Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain,
Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan),
Serasa dia punya dunianya sendiri,
Tidak suka berbicara dengan orang lain,
• Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.
Autisme pada Anak, Mengapa Bisa Terjadi?
KASUS penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya masih belum diketahui luas. Autisme adalah suatu gangguan yang ditandai oleh melemahnya kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara. Autisme sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).
Untuk mengetahui apakah anak mengidap autis, maka penting untuk mengetahui mulai dari gejala, tindakan kuratif (penyembuhan) hingga tindakan preventif (pencegahan), serta makanan apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh penderita autisme. Sejalan dengan bulan "Autis Awareness", Sun Hope menggelar seminar kesehatan dengan mengambil tema "Autiskah Anakku?". Dalam seminar yang diselenggarakan di Kantor Pusat Sun Hope Indonesia ini, menghadirkan pembicara dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K).
Dalam seminar yang baru diadakan belum lama ini, dr Irawan memberikan pemahaman kepada para peserta seminar lebih jauh mengenai penyakit autis. "Penyakit autis memiliki gejala-gejala yang kemudian dapat membantu diagnosis dokter yang dapat dilihat dari perilaku para penderitanya," paparnya. Menurut dr Irawan, anak autis memiliki gangguan komunikasi yang lemah. Artinya, tidak bisa berbicara atau memiliki keterlambatan bicara pada usia seharusnya. Kadang kesalahan yang terjadi diakibatkan kurang tahunya orangtua akan penyakit ini. Sehingga menganggap biasa anak yang telat bicara.
"Bila anak Anda mengalamai ciri tersebut, maka sebaiknya cepat konsultasikan pada dokter," sarannya.
Ciri lain yang dapat dilihat ialah anak memiliki gangguan interaksi sosial. Dengan kondisi demikian, anak sulit untuk diajak berkomunikasi. Tak hanya itu saja, lanjutnya, anak autis juga memiliki gangguan perilaku. "Ciri khas lainnya dari gejala autis ialah anak sering melakukan kegiatan yang berulang. Seperti mukul-mukul sendiri atau suka memutar diri sendiri yang dilakukan berulang kali," terangnya.
Mengenai cara penanganan penyandang autis, ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah Syarief, AMG, StiP menuturkan untuk memberikan nutrisi tepat. "Pada beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi terhadap makanan tertentu. Penderita autis umumnya mengalami masalah pencernaan, terutama makanan yang mengandung casein (protein susu) dan gluten (protein tepung)," jelas Fatimah.
Karena kedua jenis protein tersebut sulit dicerna, maka akan menimbulkan gangguan fungsi otak apabila mengonsumsi kedua jenis protein ini. Sehingga perilaku penderita autis akan menjadi lebih hiperaktif. Menurutnya, suplemen yang baik diperlukan penderita autis yang biasanya mengalami lactose intolerance (ketidakmampuan pencernaan untuk mencerna laktosa). Salah satu suplemen yang baik diberikan bagi penderita autis adalah sinbiotik.
"Sinbiotik yaitu gabungan probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dimakan untuk memperbaiki secara menguntungkan keseimbangan mikroflora usus," kata dia. Anak autis, sambungnya, memerlukan vitamin C sebagai antioksidan. Adapun sumber terbaik yang dapat diberikan pada anak dengan kasus ini dapat berasal dari sayuran dan buah-buahan. Meski demikian, sebaiknya pilih sayuran dan buah-buahan yang tidak mengandung pengawet.
Ditambahkan Fatimah, beberapa spesies yang biasa digunakan antara lain mengandung Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium longum, dan Streptococcus lactis. Sementara itu, prebiotik adalah substansi makanan yang dapat meningkatkan beberapa bakteri usus yang menguntungkan bagi kesehatan.
Mengapa anak-anak autisme terasa jauh dan tidak responsif?
Mengapa mereka terlihat berada di dalam dunianya sendiri?
Suatu teori adalah adanya variasi selama perkembangan otak dalam anak-anak autistik terutama pada masalah integrasi sensorik. Otak tidak dapat mengartikan sejumlah sensasi penglihatan, suara, sentuhan, bau dan rasa. Otak menjadi kacau dan bingung. Otak mencoba melindungi dirinya sendiri dengan menghambat dan mengabaikan masukan sensorik yang datang. Hal ini menyebabkan anak seolah-olah berada jauh dan bertingkah laku tidak responsive.
Untuk menghambat lebih jauh terhadap serangan sensasi yang kacau, otak memfokuskan pada satu sensasi atau aktifitas. Hal ini mungkin berupa menggoyangkan tubuhnya dengan keras, bermain dengan mainan yang sama, atau melihat video yang sama berulang-ulang. Aktivitas ini kelihatan aneh, tidak pantas dan bersifat unik untuk masing-masing anak. Aktivitas ini diulang terus menerus, sehingga membuat tingkah lakunya menjadi aneh
Aktivitas yang berulang-ulang lebih sering terjadi dan lebih jelas terjadi ketika mengalami pengalaman baru. Suara yang keras, orang asing yang belum dikenal atau tempat-tempat yang ramai kadang-kadang dapat mencetuskan hal ini. Aktivitas yang berulang-ulang adalah mekanisme pertahanan dan perlindungan pada anak autistik.
Autisme adalah gangguan perkembangan anak dalam hal berkomunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, serta proses sensoris. Seseorang yang menderita autisme hanya tertarik pada aktifitas mental dirinya sendiri (misalnya melamun atau berkhayal) dan sangat menarik diri dari kenyataan. Pada anak-anak, kelainan perilaku tersebut terlihat dari ketidakmampuan si anak untuk berhubungan dengan orang lain. Seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri dan pada beberapa kasus tertentu menggunakan bahasa atau ungkapan yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri.
Gejala anak yang menderita autisme umumnya sudah tampak sebelum usia 3 tahun. Apa saja gejalanya
• Tidak ada kontak mata yang mantap.
Kurang responsif terhadap lingkungan di sekitarnya.
Tidak mau bicara secara verbal.
• Tidak mau berkomunikasi dengan bahasa tubuh, seperti tersenyum, merengut, dan sebagainya.
Gejala autisme disebut juga dengan spektrum autisme, yaitu gejala mulai dari yang ringan sampai yang berat. Bertambahnya kasus autisme bukan hanya pada kasus autisme klasik, tapi juga pada varian autisme yang lebih ringan, seperti sindroma Asperger dan atipikal autisme.
Sindroma Asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian. Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara.
Sedangkan atipikal autisme adalah jenis autisme yang tidak memenuhi kriteria gangguan autisme yang disyaratkan oleh DSM-IV (panduan dalam menegakkan diagnosa gangguan mental). Meskipun begitu, si kecil mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dan berkomunikasi secara timbal balik. Mungkin juga ia tidak menunjukkan gejala yang khas atau bisa juga gejala-gejalanya lebih ringan dibandingkan penyandang autisme klasik.
Penyebab terjadinya autisme sebenarnya belum dapat diketahui, namun gangguan tersebut dapat dikaitkan dengan faktor keturunan maupun kegagalan salah satu bagian dari otak yang memproses rangsangan syaraf.
Salah satu penanganan anak dengan gangguan spektrum autisme adalah terapi perkembangan terpadu. Terapi tersebut terdiri dari terapi okupasi dengan penekanan pada terapi Sensory Integration yang dipadu dengan metode Floor Time. Namun, bila anak memerlukannya, masih ditambah lagi dengan Strategi Visual. Terapi Sensory Integration dan Floor Time diberikan setelah anak diketahui menyandang gangguan semua spektrum autisme. Sedangkan Strategi Visual baru diberikan bila anak sudah benar-benar siap menerima terapi ini. Kesiapan tersebut akan dinilai oleh terapis, dokter, atau psikolog yang menangani si anak.
Terapi Sensory Integration adalah terapi untuk memperbaiki cara otak menerima, mengatur, dan memproses semua input sensoris yang diterima oleh pancaindera, indera keseimbangan, dan indera otot. Anak yang mengalami gangguan perilaku, seperti autisme, akan mengalami kesulitan dalam menerima dan mengintegrasikan beragam input yang disampaikan otak melalui inderanya.
Akibatnya, otak tidak dapat memproses input sensoris dengan baik. Dengan begitu, otak juga tidak dapat mengatur perilaku anak agar sesuai dengan lingkungannya. Melalui terapi Sensory Integration, kemampuan si kecil dalam menerima, memproses dan menginterpretasi input-input sensoris, baik dari luar maupun dari dalam dirinya, akan diperbaiki. Dengan begitu, dia dapat lebih baik dalam bereaksi terhadap lingkungannya.
Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, terapi Sensory Integration harus dipadukan dengan metode Floor Time (bermain di lantai). Metode bermain interaktif yang spontan dan menyenangkan bagi anak bertujuan untuk mengembangkan interaksi dan komunikasi si kecil. Floor Time bertujuan membentuk komunikasi dua arah antara anak dan lawan bicaranya, serta mendorong munculnya ide dan membantu anak mampu berpikir logis. Agar bisa melakukan Floor Time dengan baik, orang tua perlu bimbingan psikolog yang paham dan berpengalaman dengan metode tersebut.
Lalu, apa yang disebut dengan Strategi Visual? Umumnya, penyandang gangguan spektrum autisme lebih mampu berpikir secara visual. Jadi, mereka lebih mudah mengerti apa yang dilihat daripada apa yang didengar. Strategi Visual dipilih agar si kecil lebih mudah memahami berbagai hal yang ingin Anda sampaikan. Biasanya, ia akan diperkenalkan pada berbagai aktivitas keseharian, larangan atau aturan, jadwal, dan sebagainya lewat gambar-gambar. Misalnya gambar urutan dari cara menggosok gigi, mencuci tangan, dan sebagainya. Dengan Strategi Visual, diharapkan anak bisa memahami situasi, aturan, mengatasi rasa cemas, serta mengantisipasi kondisi yang akan terjadi.
Saran penggunaan propolis diamond (PD)
Minum PD mulai dari 10 tetes 2 kali sehari setelah makan dicampur dengan madu atau jus buah-buahan.
Anjuran Tambahan
Anak autis harus terhindar dari bahan makanan yang mengandung gluten, kasein, dan bahan tambahan makanan (food additives) seperti penguat rasa, pewarna buatan, dan pemanis buatan. Pasta bebas gluten dapat dibuat dari tepung jagung, tepung beras, tepung singkong, maupun tepung ubi jalar. Sedangkan untuk es krim dapat diganti dengan aneka sorbet (es buah tanpa krim). Susu yang kaya kasein juga dapat diganti dengan susu kedelai. Jenis makanan cemilan yang digemari oleh anak-anak zaman sekarang yaitu dalam bentuk biskuit. Bahan untuk pembuatan biskuit adalah tepung, gula, telur, susu, dan minyak. Sebagai makanan alternatif bagi para penderita autis, maka bahan yang dapat digunakan untuk mengganti bahan tepung terigu yaitu gluten free flour mix (GF flour mix). GF flour mix merupakan produk campuran tepung yang telah dimodifikasi sehingga dapat menghasilkan biskuit yang enak dengan rasa yang tidak kalah dengan tepung bergluten. Campuran tersebut dapat berupa tepung beras, tepung sagu aren, dan tepung singkong. Sedangkan untuk bahan pengganti gula, dapat digunakan fruktosa (gula buah alami). Selain itu, ada kalanya penderita autis juga harus menghindari telur. Penggunaan telur dapat disiasati dengan memberikan telur organik atau menggunakan bahan pengganti telur. Lemak yang terbaik untuk anak autis adalah lemak tak jenuh, seperti yang terdapat pada ikan dan tumbuhan. Anak autis membutuhkan lemak untuk pertumbuhan otaknya. Jenis lemak yang dianjurkan adalah lemak tak jenuh tunggal (seperti minyak zaitun dan minyak canola) serta lemak tak jenuh ganda (minyak jagung, minyak kedelai, dan minyak biji matahari).
Pantangan
Diusahakan untuk tidak mengkonsumsi alcohol, caffeine, makan dan minuman dalam kemasan, minuman berkarbonasi, coklat, semua jenis junk foods, makanan hasil olahan, coklat, gula, gula-gula, soft drink, garam, makanan dari gandum, dan semua jenis makanan yang mengandung pengawet, pewarna dan perasa buatan.
Resep Alternatif (Bapak S Chander)
1.Sering-sering minum air nenas (separuh nenas)
2 Minyak zaitun 2 kali 1 sendok teh
3 Makan Uwi (Dioscorea)
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan.
Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang (Barkley, 1998).
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas.
Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:
a. Ketidakmampuan memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas lain.
b. Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
c. Kadang terlihat tidak perhatian ketika berbicara dengan orang lain
d. Tidak mengikuti perintah dan kegagalan menyelesaikan tugas
e. Kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas
f. Kadang menolak, tidak suka, atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan proses mental yang lama.
g. Sering kehilangan barang miliknya, misal: mainan, pensil, buku, dll
h. Mudah terganggu stimulus dari luar
i. Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari
Sedangkan hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:
a. gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk
b. sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
c. berlari berlebihan atau memanjat-manjat yang tidak tepat situasi (pada remaja atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah)
d. kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan
e. seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
f. berbicara terlalu banyak
g. sering menjawab pertanyaan sebelum selesai diberikan. (Impulsivitas)
h. kesulitan menunggu giliran (Impulsivitas)
i. menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Impulsivitas)
Terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh agresivitas dalam bentuk:
a. sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain
b. sering memulai perkelahian
c. menggunakan senjata tajam yang dapat melukai orang lain
d. berlaku kasar secara fisik terhadap orang lain
e. menyiksa binatang
f. menyanggah jika dikonfrontasi dengan korbannya
g. memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual
Menurut DSM-IV definisi ADHD sendiri adalah sebagai berikut:
A. (1) atau (2)
(1) memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2) memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)
D. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).
Gejala-gejala yang muncul sebagai bentuk kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas terkadang berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak karena anak yang menunjukkan gejala-gejala tersebut biasanya akan terlihat selalu gelisah, sulit duduk dan bermain dengan tenang, kesulitan terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan antri, menjawab pertanyaan sebelum selesai ditanyakan, kesulitan mengikuti instruksi detail, kesulitan memelihara perhatian dalam waktu panjang ketika mengerjakan tugas, dan sering salah meletakkan barang.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa gejala-gejala pada anak ADHD muncul karena mereka tidak dapat menghambat respon-respon impulsif motorik terhadap input-input yang diterima, bukan ketidakmampuan otak dalam menyaring input sensoris seperti cahaya dan suara (Barkley, 1998).
Walaupun banyak penelitian sudah dilakukan namun sampai saat ini para ahli belum yakin apa penyebab ADHD, namun mereka curiga bahwa sebabnya berkait dengan aspek genetik atau biologis, walaupun mereka juga percaya bahwa lingkungan tumbuh anak juga menentukan perilaku spesifik yang terbentuk. Beberapa faktor yang banyak diduga memicu munculnya gejala ADHD adalah: kelahiran prematur, penggunaan alkohol dan tembakau pada ibu hamil, dan kerusakan otak selama kehamilan. Beberapa faktor lain seperti zat aditif pada makanan, gula, ragi, atau metode pengasuhan anak yang kering juga diduga mendukung munculnya gejala ADHD walaupun belum didukung fakta yang meyakinkan.
TRITMEN BAGI ANAK ADHD
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah tersedia beberapa pilihan tritmen yang telah terbukti efektif untuk menangani anak-anak dengan gejala ADHD. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal.
Metode perubahan perilaku bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku (AAP, 2001).
Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter. Tipe pendekatan perilakuan meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan tritmen kognitif-perilakuan/CBT (monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dan lain-lain) (AAP, 2001).
Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati (NIMH, 2000). Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus dibawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu.
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani anak ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Penelitian yang dilakukan NIMH terhadap 579 anak ADHD menunjukkan bahwa kombinasi terapi obat dan perilaku lebih efektif dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Tritmen multimodal khususnya efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial pada anak-anak ADHD yang diikuti gejala kecemasan atau depresi. Ternyata dosis obat yang digunakan lebih rendah jika diikuti dengan terapi perilaku daripada jika diberikan tanpa terapi perilaku.
TERAPI “BACK IN CONTROL (BIC)”
Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program terapi ini unik karena dikatakan lebih baik daripada intervensi reward/punishment bagi anak-anak dengan ADHD. Program ini berbasis kepada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. Jadi, program ini lebih kepada sistem training bagi orang tua yang kemudian diharapkan dapat menciptakan sistem tata aturan yang berlaku dirumah sehingga dapat merubah perilaku anak. Demi efektivitas program, maka nantinya orang tua akan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya, ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi.
Epidemiologi
Angka kejadian DHD di seluruh dunia diperkirakan mencapai hingga lebih dari 5 %. Dimana dilaporkan lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Di amerika penelitian menunjukan kejadian ADHD mencapai hingga 7 %
Patogenesis
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD. Seperti halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi disfungsi metabolism, hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan orang-orang dilingkungan sekitar termasuk keluarga.
Beberapa teori yang sering dikemukakan adalah hubungan antara neurotransmitter dopamine dan epinephrine. Teori faktor genetik, beberapa penelitian dilakukan bahwa pada keluarga penderita, selalu disertai dengan penyakit yang sama setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Orang tua dan saudara penderita ADHD memiliki resiko hingga 2- 8 x terdapat gangguan ADHD.
Terori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan control aktifitas diri.
Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD.
• Kurangnya Deteksi dini
Gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik)
• Gangguan pada masa persalinan (premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan
persalinan)
Gejala Klinis
Gejala yang timbul dapat bervariASI mulai dari yang ringan hingga yang berat, gejala ADHD sudah dapat dilihat sejak usia bayi, gejala yang harus dicermati adalah sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, suka menjerit dan sulit tidur. Waktu tidur yang kurang sehingga bayi seringkali terbangun. Sulit makan ASI dan minum ASI. Tidak senang digendong, suka membenturkan kepala dan sering marah berlebihan. Keluhan yang terlihat pada anak yang lebih besar adalah, tampak canggung, sering mengalami kecelakaan, perilaku berubah-ubah, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak-anak lainnya, kurang konsentrASI, tidak bisa diam, mudah marah, nafsu makan buruk, koordinASI mata dan tangan tidak baik, suka menyakiti diri sendiri dan gangguan tidur.
Untuk mempermudah diagnosis pada ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang nampak pada perilaku seorang anak yaitu:
• Inatensi
Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian
• Hiperaktif
Perilaku yang tidak bisa diam
• Impulsive
Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar)
Tatalaksana
Terapi yang diberikan untuk tatalaksana pasien ADHD harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari Edukasi dengan keluarga, terapi perilaku hingga penatalaksanaan dengan obat-obatan farmASI. Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah
• Terapi Obat-obatan
Terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan tidak terkendelai, biasanya digunakan antidepresan.
• Terapi nutrisi dan diet
Keseimbangan diet karbohidrat protrein
• Terapi biomedis
Suplemen nutrisi, defisiensi mineral, dan gangguan asam amino
• Terapi perilaku